PENILAIAN PENGETAHUAN ARTIKULASI DAN AFEKTIF
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan
merupakan aktifias yang memerlukan sinergi dari berbagai hal untuk memperoleh
hasil yang maksimal. Berbagai faktor itu diantaranya peserta didik yang siap,
pengajar yang berkompeten, serta sarana dan rasarana yang memadai. Peserta
didik yang siap artinya dengan kemempuan yang ada pada masing masing individu
mampu memanfaatkan, salah satunya adalah kemampuan motorik.
Tiap anak
secara kodrat membawa variasi dan irama perkembangannya sendiri, hal ini perlu
diketahui oleh orangtua dan guru agar tidak bertanya-tanya bahkan bingung atau
bereaksi negatif yang lain dalam menghadapi perkembangan motorik anak. Bahkan
harus bersikap tenang sambil mengikuti terus menerus pertumbuhannya, agar
pertumbuhan itu sendiri terhindar dari gangguan apapun yang tentu saja akan
merugikan.
Pengukuran,
penilaian dan evaluasi merupakan tiga kata yang saling terkait dalam melihat
proses dan keberhasilan suatu program, termasuk di dalamnya adalah program
pembelajaran. Kita sering dikaburkan oleh makna mengukur, menilai dan
mengevaluasi, yang identik kita lihat adalah untuk menilai dengan pemberian tes
atau menilai dengan angka terhadap aspek kognitif saja.
Namun
secara hakekatnya, mengukur, menilai dan evaluasi harus dilakukan untuk ketiga ranah
pembelajaran, yaitu kogniif, afekif dan psikomotor. Pada beberapa pendidik ada
yang memahami bahwa yang bisa di ukur itu adalah aspek kogniif dari siswa atau
peserta didik, karena mudah dilakukan melalui pemberian tes dan mudah diberikan
nilai atau skor. Jika pendidik melakukan penilaian hanya pada ranah kognitif
saja, maka proses dan hasil belajar bisa dikatakan belum terukur secara
menyeluruh atau komprehensif, yang secara idealnya harus terukur ketiga aspek
baik kognitif, afektif dan psikomotor dari peserta didik. Yang pada akhirnya
betul-betul akan bisa di tarik sebuah kesimpulan bahwa peserta didik berhasil
atau kurang berhasil dalam pembelajaran berdasarkan ketiga aspek tersebut.
Dengan
demikian dalam realita yang kita jumpai bahwa beberapa pendidik bias dikatakan
sudah sangat mahir dalam melakukan penilaian terhadap aspek kognitif, tapi
kurang kemampuan untuk aspek afektif dan psikomotor. Sehingga penilaian
yang seperti ini kurang memberikan masukan dan manfaat yang berarti terhadap
guru dan peserta didik tentang aspek sikap yang seharusnya dimiliki anak
setelah pembelajaran berlangsung. Secara autentik, urutan penilaian dimulai
dari penilaian sikap, penilaian pengetahuan, dan yang terakhir penilaian
keterampilan. Sekarang yang jadi pemikiran bagi kita adalah bagaimana kita bisa
menilai sikap? Bagaimana instrumennya? Ini adalah problema yang seringkali
menghinggapi benak kita. Secara logis kita tidak akan bisa mengukur perubahan
sikap siswa dengan memberi soal-soal sebagaimana kita mengukur pengetahuan.
Sikap siswa itu ditunjukkan dengan perbuatan, bukan ditunjukkan dengan
pemahaman dan ingatan.
2.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis munculkan adalah :
1. Apakah pengertian dari psikomotor artikulasi ?
2. Apakah kelebihan dan kelemahan dari psikomotor artikulasi ?
3. Bagaimana pentingnya perkembangan psikomotorik artikulasi dalam
pembelajaran ?
4.
Apa
pengertian afektif dan penilaian afektif?
5.
Bagaimana
pentingnya penilaian afektif?
6.
Apa jenis
dan tingkatan ranah afektif?
7.
Bagaimana
Penyusunan instrumen Afektif, skala yang digunakan dan teknik
penskorannya?
3. Tujuan
Adapun tujuan yang penulis munculkan adalah :
1. Mengetahui dari psikomotor artikulasi
2. Mengetahui dan kelemahan dari psikomotor artikulasi
3. Mengetahui perkembangan psikomotorik artikulasi dalam pembelajaran
4.
Mengetahui pengertian afektif dan penilaian afektif?
5.
Mengetahui pentingnya penilaian afektif?
6.
Mengetahui jenis dan tingkatan ranah afektif?
7.
Mengetahui Penyusunan instrumen Afektif, skala yang digunakan
dan teknik penskorannya?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Artikulasi
· Artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang
komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh.
· Artikulasi memberikan sentuhan seni dengan
menggabungkan beberapa hal yang hasilnya sebuah harmoni.
· Artikulasi artinya memodifikasi keterampilan atau produk agar sesuai dengan situasi
baru, atau menggabungkan lebih dari satu keterampilan dalam urutan harmonis dan
konsisten.
· Artikulasi dapat diartikan menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan
membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi
internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda.
2. Instrumen Artikulasi
Dalam artikulasi,
instrument yang dapat kita rancang adalah instrumen yang dapat melihat
kemampuan siswa dengan harmonis dan melihat kemampuan siswa dalam memperagakan
sesuatu secara teratur.
3. Kelebihan dan Kelemahan Artikulasi
·
Kelebihan
1) Semua
siswa terlibat (mendapat peran)
2) Melatih
kesiapan siswa
3) Melatih
daya serap pemahaman dari orang lain
4) Cocok
untuk tugas sederhana
·
Kelemahan
1) Untuk
mata pelajaran tertentu
2) Waktu
yang dibutuhkan banyak
3) Materi
yang didapat sedikit
4) Lebih
sedikit ide yang muncul
4. Pentingnya Perkembangan Psikomotorik
Artikulasi dalam Pembelajaran
Beberapa
perkembangan psikomotor artikulasi yang mempengaruhi siswa sebagai berikut :
a). Melalui
psikomotor artikulasi, siswa dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan
senang.
b). Dengan
psikomotor artikulasi siswa dapat bergerak dari satu tempat ketempat yang lain,
dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya sendiri.
c). Melalui
peningkatan potensi prkembangan psikomotor artikulasi memungkinkan siswa dapat
bermain dan bergaul dengan teman sebayanya
d). Peningkatan potensi perkembangan
psikomotorik sangat penting bagi perkembangan self concept (kepribadian
anak)
Adapun
penerapan artikulasi dalam sebuah pembelajaran sebagai berikut :
·
Dalam
pembelajaran Muatan IPA, materi bel listrik siswa dapat memasang semua komponen
dan kabel untuk sebuah bel pada tempatnya hingga dapat mengoperasikanbel
listrik tersebut. Dalam hal ini peserta didik sudah dapat melakukan tiga
kegiatan yang tepat, yaitu dapat menyalakan dan mematikan serta dapat
mengoperasikan dengan baik.
·
Pada
pembelajaran muata PJOK, Misalnya melempar bola keteman sebagai umpan untuk
ditendang kearah gawang lawan. Ataupun siswa menendang bola indah dengan
gerakan melengkung (gerakan pisang).
- Pengertian Afektif
dan Penilaian Afektif
Afektif
atau sikap merupakan suatu kecendrungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu
dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia Afektif adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta,
mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, serta mempunyai gaya atau makna yang
menunjukkan perasaan. Muhajir (1992) menjelaskan bahwa sikap merupakan
kecendrungan afeksi, suka atau tidak suka pada suatu objek social. Harvey dan
Smith (1991) berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan merespons secara konsisten
dalam bentuk positif atau negative terhadap objek atau situasi. Eagly &
Chaiken (1993) sikap adalah “ a psychological tendency that is expressed by
evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor”.
Keempat pendapat tersebut memiliki kesamaan, yaitu
bahwa sikap merupakan reaksi seseorang dalam menghadapi suatu objek. Menurut
Sumarna (2004) bahwa objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran
adalah :
- Sikap
terhadap materi pelajaran, peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap materi pelajaran. Dengan Siokap positif peserta didik akan tumbuh
minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah
menyerap materi pelajaran yang di ajarkan.
- Sikap
terhadap guru atau pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap
guru akan cendrung mengabaikan hal- hal yang diajarkan. Dengan dimikian,
peserta didik yang memiliki sikap negative terhadap guru/ pengajar akan
sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
- Sikap
terhadap proses pembelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran
mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi dan teknik
pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman dan
menyenangkan dapat menumbuhkan belajar peserta didik, sehingga dapat
mencapai hasil belajar yang maksimal.
- Sikap berkaitan
dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran.
Dengan
demikian penilaian efektif adalah penilaian terhadap reaksi seseorang atau
peserta didik tentang suatu objek yang telah diuraikan di atas. Sikap bermula
dari perasaan (suka atau tidak suka ) yang terkait dengan kecendrungan
seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai
atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat
dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan.
Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu: afektif, kognitif dan konatif. Komponen
afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau peni;aian
terhadap suatu objek, Kompenen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan
seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif kecendrungan untuk
berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran
objek sikap. ( Rusgiyanto, 2005). Menurut Sudaryono (2012) sikap merupakan
variable tersembunyi yang tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
disimpulkan melalui tingkah laku.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan keadaan
internal seseorang, berupa kecendrungan atau kesiapan memberikan respon
meliputi kognitif, afeksi dan konatif terhadap suatu stimulus dari lingkungan
sekitarnya, Yang harus digarisbawahi adalah penilaian sikap tidak berdiri
sendiri. Penilaian sikap terintegrasi dengan penilaian pengetahuan dan
penilaian keterampilan.
- Pentingnya
Penilaian Afektif
Sebenarnya
guru dalam melaksanakan proses penilaian tidak hanya mencakup penilaiain
kognitif saja, namun idealnya guru juga dapat melakukan peniliaian pada aspek
afektif (sikap). Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar,
kecepatan belajar, dan hasil afektif. Aderson (1981) berpendapat bahwa
karakteristk manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan
perasaan. Tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Penilaian
afektif dilakukan oleh pendidik melalui pengamatan terhadap perkembangan
afeksi peserta didik. Komponen penilaian afektif seperti yang tercantum dalam
Standar Kompetensi Lulusan (Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan); meliputi:
- memiliki
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama
masing-masing yang tercermin dalam perilaku sehari-hari,
- menunjukkan
sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan
pekerjaannya,
- menunjukkan
sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam
bidang pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan,
- menganalisis
sikap positif terhadap penegakan hukum, peradilan nasional, dan tindakan
anti korupsi,
- mengevaluasi
sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, sikap cermat dan menghargai hak atas kekayaan
intelektual,
- menunjukkan
sikap toleran dan empati terhadap keberagaman budaya yang ada di
masyarakat setempat dalam kaitannya dengan budaya nasional,
- menunjukkan
sikap peduli terhadap bahasa dan dialek, dan
- menunjukkan
sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang
terbaik dalam bidang iptek (Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan);
Pengukuran ranah afektif dilakukan melalui metode
observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada
asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan
yang ditampilkan dan atau reaksi psikologi. Mungkin pada KTSP, penilaian
afektif belum terlalu diperhatikan, namun seiring dengan dikembangkannya
pendidikan karakter bangsa, penilaian afektif menjadi lebih penting dan harus
dilakukan guru agar dapat diketahui keberhasilan pembelajaran yang dapat
diwujudkan melalui internalisasi sikap yang ditunjukan oleh peserta didik
setelah mengikuti proses pembelajaran.
- Tingkatan
dan Jenis Ranah Afektif
- Tingkatan Ranah
Afektif
Menurut
Krathwohl (1973) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai
komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen
sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif
menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding,
valuing, organization, dan characterization.
- Tingkat Receiving
Receiving
atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam
menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam
bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
2.
Tingkat Responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu
sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja
memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi.
3. Tingkat Valuing
Valuing adalah sesuatu yang memiliki manfaat atau kepercayaan
atas manfaat sesuatu. Hal ini menyangkut pikiran atau tindakan yang dianggap
sebagai nilai keyakinan atau sikap dan menunjukan derajat internalisasi dan
komitmen.
4. Tingkat Organization
Organization
(mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan perbedaan nilai
sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.
Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu
sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Hasil pembelajaran pada
tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya
pengembangan filsafat hidup.
5.
Tingkat Characterization
Characterization
(karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya.
2. Jenis Ranah Afektif
Pemikiran
atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah
afektif (Andersen, 1981: 4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi
seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang
termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas
menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat
dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang
kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah
perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang
menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran
dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah
perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu
skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai
arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang
ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi
terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini
bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh
seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa
cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar
bahwa target kecemasannya adalah tes.
Objek ranah afektif menurut Krathwohl (1973: 24)
unsur-unsurnya terdiri dari minat (interest), sikap (attitude),
nilai (value), apresiasi (apresiation), dan penyesuaian (adjustmen).
Fishbein dan Ajzen (1975) membagi dalam kepercayaan (belief), sikap (attitude),
keinginan/maksud (intention), dan perilaku (behaviour). Berbeda
dengan Fishbein dan Ajzen, Hammond (Worthen dan Sanders, 1973) menyatakan bahwa
objek afektif meliputi unsur perhatian, minat (interest), sikap (attitude),
perasaan (feeling), dan emosi (emotion). Menurut Hopkins dan
Antes (1990), unsur-unsur ranah afektif meliputi emotion, interest,
attitude, value, character development, dan motivation. Mardapi
(2011: 183) menambahkan bahwa karakter juga merupakan bagian dari ranah
afektif. Berdasarkan uraian di atas, dapat diidentifikasikan bahwa unsur-unsur
ranah afektif paling tidak meliputi: perhatian/minat, sikap, nilai, apresiasi,
karakter, kepercayaan, perasaan, emosi perilaku, keinginan, dan penyesuaian.
- Karakter
Karakter
adalah tabiat, watak, akhlak, atau kepribadian seseorang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini sebagai landasan untuk cara
pandang, berpikir, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai dan
norma (Pusat Pengembangan Kurikulum, 2010: 3). Aristotle, filsof Yunani,
menyatakan bahwa karakter yang baik merupakan pengamalan tingkah laku yang
benar (Lickona, 1991:50). Tingkah laku yang benar dilihat dari sisi orang lain
dan lingkungan. Lebih lanjut Aristotle mengatakan bahwa kehidupan pada zaman
modern cenderung melupakan budi pekerti termasuk orientasi diri, seperti
kontrol diri, sikap dermawan, dan rasa sosial. Karakter adalah seperangkat
trait yang menentukan sosok seseorang sebagai individu (Kurtus, 2010). Karakter
menentukan apakah sesorang dalam mencapai keinginannya menggunakan cara yang
benar menurut lingkungannya dan mematuhi hukum dan aturan kelompok. Jadi,
karakter merupakan sifat atau watak seseorang yang bisa baik dan bisa tidak
baik berdasarkan penilaian lingkungannya.
Karakter
berkaitan dengan personalitas walaupun ada perbedaannya. Personalitas merupakan
trait bawaan sejak lahir, sedang karakter merupakan perilaku hasil
pembelajaran. Sesorang lahir dengan trait personaliti tertentu, Seseorang ada
yang pemalu dan ada yang terbuka dan mudah bicara. Klasifikasi lain adalah
apakah sesorang beroritentasi pada tugas atau senang kegiatan sosial. Hal ini
yang menjadikan sesorang memiliki sifat ingin menguasai, ingin mempengaruhi,
personaliti stabil atau patuh.
Karakter
pada dasarnya diperoleh melalui interaksi dengan orang tua, guru, teman, dan
lingkungan. Karakter diperoleh dari hasil pembelajaran secara langsung atau
pengamatan terhadap orang lain. Pembelajaran langsung dapat berupa ceramah dan
diskusi tentang karakter, sedang pengamatan diperoleh melalaui pengalaman
sehari-hari apa yang dilihat di lingkungan termasuk media televisi. Karakter
berkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap merupakan predisposisi terhadap suatu objek
atau gejala, yaitu positif atau negatif. Nilai berkaitan dengan baik dan buruk
yang berkaitan dengan keyakinan individu. Jadi, karakter seseorang dibentuk
melalui pengalaman sehari-hari, apa yang dilihat dan apa yang didengar terutama
dari seseorang yang menjadi acuan atau idola seseorang.
Karakter
yang baik melibatkan pemahaman, perhatian, dan bertindak sesuai dengan
nilai-nilai etika. Peserta didik berkembang untuk memahamai nilai inti dengan
mempelajarinya, mendiskusikannya, mengamati model perilaku, dan memecahkan
masalah yang mencakup nilai-nilai. Jadi, peserta didik harus paham nilai inti
dan komitmen mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter
sering didefinisikan sebagai melakukan yang benar tanpa ada yang melihat. Etika
yang baik adalah selalu mengikuti aturan yang telah disepakati, menghargai hak
dan kebutuhan orang lain, tidak takut hukuman atau ingin mendapat pujian saja.
Peserta didik diharapkan menjadi orang selalu berbuat baik kepada orang lain.
Untuk itu, sekolah harus bekerja sama dengan peserta didik dalam memahami
aturan, dan kesadaran akan pengaruh tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
Tanamkan keyakinan bahwa untuk memperoleh perlakukan yang baik harus memberi
kebaikan kepada orang lain.
Karakter
yang selalu dikaitkan dengan pendidikan karakter sering digunakan untuk
menyatakan seberapa baik seseorang. Atau dengan kata lain, seseorang yang
menampilkan kualitas personal yang cocok dengan yang diinginkan masyarakat
dapat dinyatakan memiliki karakter yang baik dan mengembangkan kualitas
karakter sering dilihat sebagai tujuan pendidikan. Komponan ini merupakan
bagian dari aspek afektif pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan karakter adalah bagian dari ranah afektif
(Mardapi, 2011: 183). Namun demikian, perhatian terhadap domain ini masih hanya
sekedar pada usaha untuk memupuk sikap dan karakter siswa selama proses
pembelajaran. Padahal untuk menentukan sejauh mana hasil dan kualitas
pembelajaran terlebih untuk menentukan langkah lanjutan maupun langkah
perbaikan, mutlak bersandar pada proses dan hasil evaluasi yang memadai dan
relevan.
- Sikap
Anastasi
(1982) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan untuk bertindak secara suka
atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara
mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta
menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses
pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap
sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan
sebagainya.
Menurut
Fishbein dan Ajzen (1975), sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari
untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi,
konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap
sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk
ditingkatkan (Popham, 1999: 204). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran,
misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan
ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran
termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
- Minat
Getzel (1966: 98), minat adalah suatu disposisi yang
terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek
khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau
pencapaian. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 583), minat
atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal
penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk
karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
- Mengetahui
minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran
- Mengetahui
bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya
- Pertimbangan
penjurusan dan pelayanan individual peserta didik
- Menggambarkan
keadaan langsung di lapangan/kelas
- Mengelompokkan
peserta didik yang memiliki minat sama
- Acuan
dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih
metode yang tepat dalam penyampaian materi
- Mengetahui
tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik
- Bahan
pertimbangan menentukan program sekolah
- Meningkatkan
motivasi belajar peserta didik
- Persepsi
Persepsi
atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan
menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi, serta meraba
(kerja indra) disekitar kita. Yusuf (2007) menyatakan bahwa persepsi adalah
persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam
lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya. Lebih lanjut Sunaryo (2004)
mendefinisikan persepsi sebagai proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh
penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indera, kemudian
individu ada perhatian dan diteruskan ke otak, selanjutnya individu menyadari
tentang adanya sesuatu. ,elalui persepsi individu menyadari dan dapat mengerti
tentang keadaan lingkungan yang ada disekitarnya maupun tentang hal-hal yang
ada dalam diri individu yang bersangkutan.
Persepsi mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut
Marliani (2010), ciri-ciri persepsi adalah:
- Proses
pengorganisasian berbagai pengalaman
- Proses
menghubung-hubungkan antara pengalaman masa lalu dengan yang baru
- Proses
pemilihan informasi
- Proses
teorisasi dan rasionalisasi
- Proses
penafsiran atau pemaknaan pesan verbal dan nonverbal
- Proses
interaksi dan komunikasi berbagai pengalaman internal dan eksternal
- Melakukan penyimpulan
atau keputusan-keputusan, pengertian-pengertian dan yang membentuk wujud
persepsi individu
Persepsi merupakan bagaian dari keseluruhan proses
yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia.
Persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan kehidupan (Sobur, 2009).
Dalam proses persepsi terdapat 3 komponen utama yaitu:
- Seleksi
adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar,
intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
- Interpretasi
(penafsiran), yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai
arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan
kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk
mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses
mereduksi informasi yang komplek menjadi sederhana.
- Interpretasi
dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai
reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah di serap yang
terdiri dari reaksi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan reaksi terbuka
sebagai tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi
(pembentukan kesan).
- Penyusunan
Instrument Afektif dan Skala Yang Digunakan.
Masalah
afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang.
Hal ini disebabkan karena merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif
tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor (Mardapi, 2011: 184).
Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan
pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan
pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai
kompetensikompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu, perlu dikembangkan
perangkat penilaian ranah afektif serta acuan penafsiran hasil pengukuraannya.
Menurut
Andersen (1981), ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah
afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode
observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari
perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode
laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya
sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik
afektif diri sendiri. Menurut Lewin (dalam Andersen, 1981), perilaku seseorang
merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan
karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi
tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan kondisi
lingkungan.
Pengukuran ranah afektif juga dapat dilakukan dengan
menggunakan skala pengukuran yang disebut skala sikap. Hasilnya berupa kategori
sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada
hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen
sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan
seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan
dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan
kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap selalu
bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu. Skala sikap dinyatakan dalam
bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung
atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan
yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan
negative. Menurut Widoyoko (2009), ada beberapa bentuk skala sikap antara lain:
Skala Likert, skala Trustone, skala Guttman, dan Semantic Differensial.
Berikut ini adalah berbagai teknik dan instrumen yang
dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu:
- Skala Minat dan
Sikap
Yaitu instrumen penilaian yang dapat digunakan untuk
menilai minat dan sikap peserta didik terhadap mata pelajaran tertentu.
Langkah-langkah penyusunan adalah:
- Menentukan
indikator minat yang akan dinilai
- Memilih
tipe skala yang akan digunakan
- Menuliskan
instrumen
- Mendiskusikan
instrumen dengan teman sejawat
- Merevisi instrumen
hasil diskusi tersebut
- Skala Sikap Likert
Sikap pada
hakekatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Skala sikap Likert
merupakan teknik pengukuran yang sederhana dan paling sering dijumpai dalam
pengukuran ranah afektif, khususnya untuk sikap. Skala Likert menyajikan
pernyataan yang harus ditanggapi dengan memilih satu di antara beberapa
alternatif.
- Observasi
Pengamatan
atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis (Sulistyorini,
2009: 85). Dengan kata lain observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan
proses belajar misalnya tingkah laku siswa pada waktu belajar, kegiatan diskusi
siswa, partisipasi. Melalui pengamatan dapat diketahui bagaimana sikap dan
perilaku siswa, kegiatan yang dilakukannya, partisipasi dalam kegiatan, proses
kegiatan yang dilakukannya, kemampuan bahkan hasil yang diperoleh dari
kegiatannya. Observasi harus dilakukan pada saat proses kegiatan itu
berlangsung.
Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan aspek-aspek
tingkah laku apa yang hendak diobservasinya. Lalu dibuat pedoman agar
memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman
yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas (Arifin, 2009: 153).
- Anecdotal Record
Anecdotal
Record adalah catatan seketika yang berisi peristiwa atau kenyataan yang
spesifik dan menarik mengenai sesuatu yang diamati atau terlihat secara
kebetulan. Catatan tersebut bisa terjadi saat di luar kelas ataupun di dalam
kelas. Tujuan pemberian catatan tersebut adalah untuk pembinaan peserta didik
lebih lanjut (Sukardi, 2008: 176).
- Kuesioner
Kuesioner
adalah alat pengumpulan data secara tertulis yang berisi daftar pertanyaan
(questions) atau pernyataan (statement) yang disusun secara khusus dan
digunakan untuk menggali dan menghimpun keterangan dan/atau informasi
sebagaimana dibutuhkan dan cocok untuk dianalisis (Sudjana, 2008: 177).
- Penilaian Ranah
Afektif
Penilaian
adalah kegiatan untuk menentukan pencapaian hasil pembelajaran. Hasil
pembelajaran dapat dikategorikan menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif,
psikomotor, dan afektif. Setiap peserta didik memiliki tiga ranah tersebut,
hanya kedalamannya tidak sama. Ada peserta didik yang memiliki keunggulan pada
ranah kognitif, atau pengetahuan, dan ada yang memiliki keunggulan pada ranah
psikomotor atau keterampilan. Namun, keduanya harus dilandasi oleh ranah
afektif yang baik. Pengetahuan yang dimiliki seseorang harus dimanfaatkan untuk
kebaikan masyarakat. Demikian juga keterampilan yang dimiliki peserta didik
juga harus dilandasi olah ranah afektif yang baik, yaitu dimanfaatkan untuk
kebaikan orang lain.
Penilaian
pada ranah afektif, seperti pada ranah lainnya memerlukan data yang bisa berupa
kuantitaitf atau kualitatif. Data kuantatif diperoleh melalui pengukuran atau
pengamatan dan hasilnya berbentuk angka. Data kualitiatif pada umumnya
diperoleh melalui pengamatan. Untuk itu, diperlukan instrumen nontes, yaitu
instrumen yang hasilnya tidak ada yang salah atau benar. Data kualitatif
diperoleh dengan menggunakan instrumen dalam bentuk pedoman pengamatan.
Langkah-langkah Menyusun Instrumen Penilaian Afektif
Ada sebelas
langkah yang harus diikuti dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif,
yaitu: menentukan spesifikasi instrumen, menulis instrumen, menentukan skala
instrumen, menentukan sistem penskoran, menelaah instrumen, merakit instrumen,
melakukan ujicoba, menganalisis hasil ujicoba, memperbaiki instrumen,
melaksanakan pengukuran, dan menafsirkan hasil pengukuran.
- Menentukan
spesifikasi instrumen
Spesifikasi instrumen terdiri atas tujuan dan
kisi-kisi instrumen. Dalam bidang pendidikan pada dasarnya pengukuran afektif
ditinjau dari tujuannya, contohnya instrumen sikap.
2.
Menulis
instrumen
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Afektif
No
|
Indikator
|
Jumlah
Butir
|
Pertanyaan/Pernyataan
|
Skala
|
1
|
||||
2
|
||||
3
|
Contoh:
Instrumen sikap
Definisi
konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik
menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk
mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah.
Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan
positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata
pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui
kuesioner.
Pertanyaan
tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif
terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan
pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak,
menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini.
Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran
matematika misalnya:
- Membaca
buku matematika
- Mempelajari
matematika
- Melakukan
interaksi dengan guru matematika
- Mengerjakan
tugas matematika
- Melakukan
diskusi tentang matematika
- Memiliki
buku matematika
Contoh pernyataan untuk kuesioner:
- Saya
senang membaca buku matematika
- Tidak
semua orang harus belajar matematika
- Saya
jarang bertanya pada guru tentang pelajaran matematika
- Saya
tidak senang pada tugas pelajaran matematika
- Saya
berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaik-baiknya
- Memiliki
buku matematika penting untuk semua peserta didik
3.
Menentukan
skala instrumen
Secara garis besar skala instrumen yang sering
digunakan dalam penelitian, yaitu Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda
semantik.
1
|
Pelajaran
Matematika bermanfaat
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
2
|
Pelajaran
Matematika sulit
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
3
|
Tidak
semua harus belajar Matematika
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
4
|
Pelajaran
Matematika harus dibuat mudah
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
5
|
Sekolah
saya menyenangkan
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
Keterangan:
SS : Sangat
Setuju
S
: Setuju
TS : Tidak
Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
4.
Menentukan
sistem penskoran
Sistem
penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan
skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1. Demikian
pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk
skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam
pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada
katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut
skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar
jelas sikap atau minat responden.
5.
Menelaah
instrumen
Kegiatan
pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/pernyataan
sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan
tata bahasa yang benar, c) butir pertanyaaan/pernyataan tidak bias, d) format
instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen
jelas, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah
tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur
dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh
teman sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format
instrumen. Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan
responden. Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen.
6.
Merakit
instrumen
Setelah
instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format
tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen harus
dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk
membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan
cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang.
Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab
atau mengisinya.
7.
Melakukan
ujicoba
Setelah dirakit
instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian apakah
kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk itu
dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila
yang ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga peserta didik
SMA. Sampel yang diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa berasal dari satu
sekolah atau lebih.
8.
Menganalisis
hasil ujicoba
Analisis
hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/pernyataan. Jika
menggunakan skala instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden bervariasi dari 1
sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat dikatakan
baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya pada
pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator yang
digunakan adalah besarnya daya beda dan indeks keandalan yang dikenal dengan
indeks reliabilitas.
9.
Memperbaiki
instrumen
Perbaikan
dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik,
berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik,
namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan
instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari
responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.
- Melaksanakan
pengukuran
Pelaksanaan
pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu
pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk mengisi
instrumen harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara
yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama
lain. Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain
agar jawaban kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai
dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman
pengisian instrumen.
KESIMPULAN
Artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang
komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Artikulasi
artinya memodifikasi keterampilan atau produk agar sesuai dengan situasi baru,
atau menggabungkan lebih dari satu keterampilan dalam urutan harmonis dan
konsisten. Artikulasi dapat diartikan menekankan koordinasi
suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang
diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda.
Afektif atau sikap merupakan suatu kecendrungan
tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola
tertentu terhadap dunia sekitarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Afektif
adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan
dan emosi, serta mempunyai gaya atau makna yang menunjukkan perasaan. Muhajir
(1992) menjelaskan bahwa sikap merupakan kecendrungan afeksi, suka atau tidak
suka pada suatu objek social. Harvey dan Smith (1991) berpendapat bahwa sikap adalah
kesiapan merespons secara konsisten dalam bentuk positif atau negative terhadap
objek atau situasi. Eagly & Chaiken (1993) sikap adalah “ a
psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with
some degree of favor or disfavor”. Keempat pendapat tersebut memiliki kesamaan, yaitu
bahwa sikap merupakan reaksi seseorang dalam menghadapi suatu objek
Kelebihan psikomotor artikulasi
1) Semua siswa terlibat (mendapat peran)
2) Melatih kesiapan siswa
3) Melatih daya serap pemahaman dari orang lain
4) Cocok untuk tugas sederhana
Kelemahan psikomotor artikulasi
1) Untuk mata pelajaran tertentu
2) Waktu yang dibutuhkan banyak
3) Materi yang didapat sedikit
4) Lebih sedikit ide yang muncul
Penerapan
artikulasi dalam sebuah pembelajaran sebagai berikut :
· Dalam
pembelajaran Muatan IPA, materi bel listrik siswa dapat memasang semua komponen
dan kabel untuk sebuah bel pada tempatnya hingga dapat mengoperasikanbel
listrik tersebut. Dalam hal ini peserta didik sudah dapat melakukan tiga
kegiatan yang tepat, yaitu dapat menyalakan dan mematikan serta dapat
mengoperasikan dengan baik.
· Pada
pembelajaran muata PJOK, Misalnya melempar bola keteman sebagai umpan untuk
ditendang kearah gawang lawan. Ataupun siswa menendang bola indah dengan
gerakan melengkung (gerakan pisang).